Thursday, 10 December 2015

Asal Usul Menempel Aksara HOK


Legenda dan Asal Usul Menempel Aksara “HOK” Pada Perayaan Imlek

Festival Imlek yang penuh dengan warna merah, takkan kekurangan aksara “HOK”, setiap keluarga akan menempel aksara “HOK”, berharap agar tahun yang baru dapat mendatangkan keberuntungan berlimpah ruah.

Menurut legenda, tradisi menempel aksara “HOK” pada perayaan Imlek, bermula pada awal masa Dinasti Zhou, ada seorang yang bernama Jiang Ziya (Jiang Tai-gong), melantik malaikat, ketika para malaikat telah memiliki jabatan masing-masing, istri Jiang Ziya yang buruk rupa dan kasar, juga menjulurkan tangan meminta jabatan malaikat. 

Jiang Ziya jadi tak berdaya, kemudian melantiknya menjadi “malaikat miskin”, bahkan menetapkan peraturan baginya, setiap tempat yang ada menempel aksara “HOK”, dia tidak boleh ke sana. Maka itu setiap menjelang perayaan Imlek, penduduk akan menempel aksara HOK di rumah masing-masing untuk mengusir “malaikat miskin” ini.


Lalu ada pula yang menempel aksara HOK secara terbalik, konon kisah ini berkaitan dengan Zhu Yuan-zhang (kaisar pertama dari Dinasti Ming), hendak menggunakan aksara HOK sebagai tanda rahasia untuk membunuh orang. Ratu Ma yang baik hati, demi melenyapkan petaka ini, memerintahkan seluruh penduduk supaya sebelum hari esok tiba, di pintu rumah masing-masing ditempeli aksara “HOK”.

Esok harinya ketika Zhu Yuan-zhang menurunkan titah, menemukan bahwa semua rumah penduduk ditempeli aksara “HOK”, sehingga tidak berdaya membunuh orang yang dimaksud. 

Tetapi ada sebuah keluarga yang tidak mengenal huruf, sehingga menempel aksara HOK secara terbalik. Zhu Yuan-zhang segera menurunkan titah membunuh seluruh anggota keluarga yang menempel aksara HOK secara terbalik. 

Ratu Ma yang mengetahui hal ini segera berkata pada kaisar : “Rakyat mengetahui kaisar akan berkunjung hari ini, sehingga sengaja menempel aksara HOK secara terbalik, bukankah ini berarti “berkah jatuh ke bumi”?

Setelah Zhu Yuan-zhang mendengarnya, merasa masuk akal, sehingga menurunkan titah untuk membebaskan keluarga tersebut, satu petaka besar akhirnya jadi lenyap. Sejak itu penduduk menempel aksara “HOK” dengan terbalik, selain untuk memohon kesejahteraan, juga demi mengenang Ratu Ma.


Legenda kedua berhubungan dengan Gong Qingwang (gelar Pangeran pada masa Dinasti Qing), ketika malam Imlek tiba, pengurus istana Pangeran seperti biasanya akan menulis beberapa lembar aksara HOK yang besar, lalu menyuruh para pelayan untuk menempelnya di depan pintu istana Pangeran. 

Tetapi salah satu pelayan tua yang buta aksara, menempel aksara HOK dengan terbalik. Mengetahui hal ini Pangeran amat marah, hendak memberi hukuman pada si pelayan tua itu.

Pengurus istana Pangeran yang melihat hal ini, cepat-cepat berkata : “Hamba selalu mendengar kata orang bahwa Pangeran panjang umur dan berkahnya besar, ternyata hari ini benar-benar kejatuhan berkah tersebut, ini benar-benar tanda baik yang perlu dirayakan”.

Mendengar ucapan ini, Pangeran merasa masuk akal, dalam hatinya berpikir : Pantas saja rekan-rekan berkata bahwa Pangeran benar-benar kejatuhan berkah, ucapan yang begitu sejahtera ini sampai diulangi ribuan kali, emas perak bertambah berlimpah ruah. 

Amarah Pangeran kini berubah jadi kegembiraan, bahkan memberi hadiah pada pengurus istana dan pelayan tua masing-masing sebesar 50 tael perak. 

Kemudian, tradisi menempel aksara HOK dengan terbalik tersebar dari istana pangeran ke dalam masyarakat luas.

Kisah ketiga berhubungan dengan Ratu Cixi, pada tahun pemerintahan Kaisar Qing Guangxu  (1875-1908), lunar bulan 12 hari ke-24, para akademisi dari Akademi Kekaisaran Hanlin, seperti biasanya akan menulis banyak banner Imlek untuk diseleksi Ratu Cixi.

Ratu Cixi merasa aneh kenapa justru aksara HOK yang tidak ada, sehingga merasa tidak senang, menitahkan agar para akademisi setelah selesai menulis aksara HOK barulah kembali menghadapnya.  

Kemudian dari setumpuk lembaran kertas bertuliskan aksara HOK, Ratu Cixi memilih keluar selembar aksara HOK yang ditulis begitu bagusnya, kemudian memerintahkan kepala pengurus istana Li Lian-ying supaya membawa para kasim menempel aksara Hok di berbagai ruangan di dalam istana. Siapa yang menduga ternyata ada seorang kasim yang tidak mengenal huruf, sehingga menempel aksara HOK dengan terbalik.

Keesokan harinya, Ratu Cixi menelusuri istana menikmati banner Imlek dan aksara HOK, kebetulan menemukan aksara HOK yang ditempel terbalik, Li Lian-ying yang cepat tanggap, segera berkata : “Lao Fo Ye (gelar Ratu Ci Xi) jangan marah, hamba yang sengaja menempelnya sedemikian rupa. Aksara HOK yang terbalik ini mengandung makna berkah jatuh, bukankah ini adalah tanda baik?” 

Setelah mendengarnya, amarah Ratu Cixi berubah jadi gembira, bukan saja tidak menghukum kasim buta aksara tersebut, bahkan menghadiahkannya beberapa tael perak.

Momen menjelang datangnya Imlek yang dirayakan setahun sekali, dengan memahami legenda asal usul aksara HOK, merasakan bahwa dibalik aksara HOK terdapat daya pikat budaya dan nuansa Imlek yang kental, selain belajar menempel aksara HOK dengan benar, juga merupakan pewarisan budaya dan tradisi Imlek secara turun temurun.

Tak peduli aksara HOK ditempel secara benar atau terbalik, sebuah aksara HOK yang sederhana, telah menjadi simbol nan murni dari perayaan Imlek, yang telah mencakup seluruh pola pikir kehidupan dari Bangsa Tionghoa, agar seluruh manusia menempelnya dan merasakan kegembiraan, menerima kesejahteraan memasuki sukacita, berkah jatuh hartapun berlimpah, keberuntungan senantiasa mengikuti.
  




火紅的春節,少不了“福”字,很多人要寫“福”字,家家戶戶要貼“福”字,希望新的一年福氣多多。“福”字左邊偏旁“礻”表“示”意,右邊 “一、口、田”,《說文》中“一”是“房樑”,“口”是“人口”,“田”是有田有買賣。一個“福”字,意蘊豐富,年味濃濃,包含著中華民族生活情感與追求 的全部和極致。

相傳,春節貼“福”之風起源於周朝初姜太公封神之時。當各路神仙都分派妥當之後,姜太公那醜陋、粗俗的老婆也伸出手來討要神位。姜太公無奈,便 把她封為“窮神”,並規定凡是貼了“福”字的地方都不能去。於是,每到過年之時,老百姓便家家戶戶張貼“福”字,燃放鞭炮,驅趕這位不受歡迎的“窮神”。

現存春節貼“福”最早的文字記載,出自宋代吳自牧的《夢梁錄》,可以追溯到古代的桃符和宜春貼。據《夢梁錄》記載:“歲旦在邇,席鋪百貨,畫門 神桃符,迎春牌兒……”;“士庶家不論大小,俱灑掃門閭,去塵穢,凈庭戶,換門神,挂鐘旭,釘桃符,貼春牌,祭把祖宗”。文中的“貼春牌”即是寫在紅紙上 的“福”字。由此可知,貼福字的風俗,至少從南宋已經開始,歷史可謂悠久。

據載,古人大門上的“福”字,從來都是正貼的,所貼“福”字也是鄭重不阿、端莊大方。倒貼“福”字的情況也有,但多用在兩個地方:一為水缸和土 箱子(即垃圾箱)上,二是為屋內的櫃子上。目的是為了避諱,用“福至”來抵消“福去”。現今人們過年時不約而同地把“福”字倒貼,取其“倒”和“到”的諧 音,意為“福到”,實則是個將錯就錯的“口彩”,源於民間流傳的三種有趣傳說:

一說與朱元璋有關。相傳朱元璋打算用“福”字作暗記殺人。好心的馬皇后為消除災禍,就令全城大小人家在天明之前在自家門上各貼上一個“福”字。 朱元璋第二天下令的時候,發現家家都貼了“福”字,無法辨明哪是要殺的人。但有戶人家不識字,竟然把“福”字貼倒了。朱元璋便下令將倒貼福字的一家人立即 處死。馬皇后一看事情不好,靈機一動,說:“人家知道您今日來訪,故意把福字貼倒了,這不是‘福到’的意思嗎?”朱元璋一聽覺得有道理,便下令放人,一場 大禍終於消除。從此人們便將福字倒貼起來,一為求吉利,二為紀念馬皇后。

二說與恭親王有關。某年除夕,大管家按例寫了幾個斗大的“福”字,叫人貼在王府的大門上。有個家丁目不識丁,竟將“福”字頭朝下貼上。恭親王福 晉十分氣惱,欲鞭罰懲戒。大管家見狀忙跪倒陳述:“奴常聽人說,恭親王壽高福大,如今大福真的到(倒)了,乃喜慶之兆。”恭親王一聽,覺得言之在理,心 想:怪不得過往行人都說恭親王福到(倒)了,吉語說千遍,金銀增萬貫。於是轉怒為喜,各賞管家和家丁50兩銀子。後來,倒貼“福”字之俗由達官府第傳入陌 巷人家,貼過後都願過往行人或頑童們念叨“福倒了!福倒了!”以圖吉利。

三說與慈禧太后有關。清光緒某年臘月二十四,翰林院的翰林們遵照舊例寫了不少慶賀春節的對聯送慈禧太后過目。太后見其中連個“福”字都沒有,一 點都不高興,要求翰林們回去各寫幾個“福”字再來交差。隨後,太后從一大堆“福”字中挑了幾張寫得好的,讓大內總管李蓮英帶著太監到宮內各處張貼。誰知有 個太監不識字,把一個“福”字貼倒了。第二天,太后出來欣賞對聯和“福”字,正巧看到,剛要發怒,腦子轉得快的李蓮英急忙上前說:“老佛爺請息怒,這是奴 才有意把它倒著貼的。這‘福’字倒貼,就是‘福’倒了。福到了,不是大吉大利嗎?”慈禧聽後,轉怒為喜,不但沒懲罰那個太監,還賞了他幾兩銀子。

  在一年一度的春節來臨之際,了解一下春節貼“福”的由來與傳說,感悟“福”字中的文化魅力和濃濃年味,學會張貼“福”字正確方法,也是對傳統文 化和過年風俗的一種傳承和弘揚。無論城裏還是鄉下,也不論正貼還是倒貼,一個簡簡單單的“福”字,已成為最純粹最深切的春節符號,包含了中華民族全部的生 活理想,讓所有的人都貼而樂之,納祥進喜、福到財到、大吉大利。
(責任編輯:轉載)








Sunday, 15 November 2015

Monkey 30


Monkey 29


Monkey 28


Monkey 27


Monkey 26


Monkey 25


Monkey 24


Monkey 23


Monkey 22


Monkey 21


Monkey 20


Monkey 19


Monkey 18


Monkey 17


Monkey 16


Monkey 15


Monkey 14


Monkey 13


Monkey 12


Monkey 11


Saturday, 14 November 2015

Monkey 10


Monkey 09


Monkey 08


Monkey 07


Monkey 06


Monkey 05


Monkey 04


Monkey 03


Monkey 02


Monkey 01


Thursday, 27 August 2015

Asal Usul Hari Ulambana



Asal Usul Hari Ulambana

Lunar bulan 7 hari ke-15 merupakan Hari Sukacita Para Buddha, disebut sebagai Hari Ulambana. Di berbagai pelosok dunia diadakan Upacara Kebaktian Ulambana, terutama di Chaozhou, Provinsi Guangdong, kita dapat melihat di jalanan-jalanan, masyarakat masih mengikuti tradisi yang kental, mengadakan upacara-upacara dan ritual-ritual yang besar-besaran, membakar pakaian kertas dan mendanakan makanan kepada para arwah, tradisi ini kemudian menyebar bahkan hingga pada sebagian penduduk perkotaan, menganggap bahwa Hari Ulambana merupakan festival hantu.

Sebenarnya pemahaman orang banyak pada Hari Ulambana kian hari kian kabur. Apalagi tidak mengetahui asal usulnya, maka itu sulit untuk berbuat mengikuti makna sesungguhnya yang dikandung oleh hari sejahtera tersebut. Semua orang hanya tahu meniru apa yang telah dilakukan oleh generasi sebelumnya, tanpa menanyakan kejelasannya.   

Ulambana berasal dari Bahasa India, yang berarti menolong para makhluk yang amat menderita. Tradisi bervegetarian di bulan tujuh di Negeri Tirai Bambu adalah dimulai dari masa pemerintahan Kaisar Liang Wu-di (464~549), tradisi ini kemudian berkembang terus hingga hari ini.

Kisah Hari Ulambana berasal dari Agama Buddha, yakni tentang Yang Ariya Maha Maudgalyayana menolong ibundanya. Maudgalyayana merupakan salah satu dari sepuluh siswa utama Buddha Sakyamuni, setelah meninggalkan keduniawian, Maudgalyayana begitu giat melatih diri, sehingga tidak lama kemudian berhasil mencapai tingkat kesucian Arahat, memperoleh enam jenis kekuatan gaib.

Yang disebut dengan enam jenis kekuatan gaib tersebut adalah :
1.    Memiliki kekuatan gaib sempurna; menjelma dengan bebas, datang dan pergi tanpa rintangan.
2.    Mata Dewa; mampu melihat Alam Surga dan Alam Neraka tanpa rintangan.
3.    Telinga Dewa, mampu mendengar baik jarak dekat maupun jauh tanpa rintangan.
4.  Dapat membaca isi pikiran orang lain; apa yang dipikirkan orang lain dapat diketahui tanpa rintangan.
5.    Dapat mengetahui masa kelahiran yang lampau; masa kelahiran yang lampau baik dari diri sendiri maupun orang lain, dapat diketahui tanpa rintangan.
6.    Kemampuan gaib yang diperoleh setelah melenyapkan kekotoran batin
    
Maudgalyayana sejak meninggalkan keduniawian, belum mampu mengetahui di mana keberadaan mendiang ibundanya, namun kini setelah memperoleh kekuatan gaib, dengan Mata Dewa mampu melihat ke atas hingga alam tingkatan 28, sedangkan ke bawah dapat melihat hingga Alam Neraka tingkat 18, mencari ke seluruh pelosok, namun akhirnya tidak juga berhasil.

Kemudian Maudgalyayana melanjutkan pencarian hingga ke Alam Preta (Alam Setan Kelaparan), melihat banyak sekali setan-setan kelaparan di sana menjalani siksaan, tiba-tiba Maudgalyayana menemukan ibundanya di dalam Alam Preta tersebut, perutnya kembung bagaikan tambur, sedangkan tenggorokannya sempit bagaikan lubang jarum, tahun demi tahun, bulan demi bulan, harus menahan siksaan lapar dan haus.   

Maudgalyayana yang melihat penderitaan ibundanya, amat bersedih hati. Maka itu dia segera mengisi penuh patranya dengan nasi, dengan kekuatan gaib sempurna , memberi persembahan kepada ibundanya, sang bunda yang setelah mendapatkan patra berisi nasi tersebut, segera menggunakan sepasang tangannya memeluk erat patra tersebut, takut dirampas oleh setan kelaparan lainnya, dengan menggunakan  tangan kanannya dia mengambil nasi tersebut, berharap dapat mengganjal perutnya yang kelaparan.
   
Namun di luar dugaan, sang bunda yang semasa hidupnya kikir dan serakah, kemudian setelah meninggal jatuh ke Alam Setan Kelaparan, harus menerima balasannya, begitu nasi tersebut sampai di tepi bibirnya, tiba-tiba berubah menjadi arang api. Meskipun kekuatan gaib Maudgalyaya itu sangat sakti, namun juga tak berdaya, Maudgalyayana menangis tersedu-sedu.

Karena tidak memiliki cara lainnya, kemudian Maudgalyayana menghadap Buddha Sakyamuni, menceritakan pengalaman yang dialaminya, memohon pada Bhagava agar menampilkan Upaya Kausalya untuk menyelamatkan ibundanya.

Buddha Sakyamuni berkata : “Karma buruk yang diperbuat ibunda anda amat berat, semasa hidupnya tidak meyakini Triratna, selalu membunuh mencelakai makhluk hidup, mengira tidak ada Hukum Karma, melakukan berbagai perbuatan jahat lainnya, maka itu kini dia menerima buah akibatnya, tetapi dengan mengandalkan kekuatanmu seorang saja, bagaimana bisa menyelamatkannya?

Hanya ada satu cara yakni dengan meminjam kekuatan kewibawaan seluruh anggota Sangha di sepuluh penjuru, barulah dapat menyelamatkannya dari penderitaan. Meskipun Buddha memiliki kekuatan Dharma yang tak terbayangkan, namun juga tidak bisa secara langsung menyelamatkan ibundamu, oleh karena Buddha juga tidak dapat mengubah karma tetap.

Maka itu harus pada lunar bulan 7 hari ke-15, dengan beragam hidangan atau tempat perbaringan, memberi persembahan kepada para anggota Sangha di sepuluh penjuru. Dengan meminjam kekuatan bersama dari para anggota Sangha, membangkitkan tekad dan melakukan pelimpahan jasa buat ibundamu, barulah dapat menolong ibundamu agar terbebas dari Alam Setan Kelaparan dan terlahir di Alam Surga”.        

Maudgalyayana mengikuti petunjuk yang diberikan Buddha Sakyamuni, akhirnya berhasil menyelamatkan ibundanya.



  農曆七月十五是佛歡喜日,俗稱盂蘭盆節或 盂蘭勝會。港九各地舉行的盂蘭勝會,尤其潮州僑團與街坊,都有一番隆重儀式,作大法會,燒衣施食,供養孤魂,影響所及,遂使一般市民,莫不以為盂蘭盆是鬼 節。其實,大家對盂蘭盆節的真正含義,已日漸忽視。由於不知它的由來,自然難以照它的原意實行,大家祇是依樣畫葫蘆,不問青紅皂白。
  
盂蘭盆原是印度話,翻成華語是「救倒懸」的意思。是說受苦極重的眾生,有如倒懸,現在有人設法救其出苦。吾國舉行盂蘭盆齋,是肇始於梁武帝大同四年,後漸盛行,一直流傳至今。
  
盂蘭盆節的故事,原出在佛教的大目犍連尊者。目連是釋迦佛的十大弟子之一,他出家後精進修道,不久便證阿羅漢果,獲得六種神通。所謂六種神通是︰
  一、神足通,變現自在,往來無礙。二、天眼通,天堂地獄,洞見無礙。三、天耳通,遠近聽聞無礙。四、他心通,他人心念,悉知無礙。五、宿命通,知己及人,前身無礙。六、漏盡通,煩惱漏盡,生死無礙。
  
目連自出家後,未能知亡母生於何處,今既 獲得神通,即以天眼上觀二十八層天,下視十八層地獄,到處找尋,結果均無所得。繼而再觀餓鬼道中,見有無數奇形怪狀的餓鬼在那受苦,於此一剎那間,目連 忽然發現亡母也在其內,腹大如鼓,咽若針孔,經年累月,饑渴交逼。目連見其母這種淒慘狀況,萬分悲痛。於是立即以缽盛飯,用神足通,往奉其母,母得飯後, 即用手護缽,恐怕餘鬼侵食,右手摶食,以為暫可充饑。不料,其母因生前慳貪,墮落鬼道,必須受報,飯到唇邊,忽然化成火炭。目連神通雖大,亦無可奈何,目 連悲哀號叫,盤桓良久,終無他計,便奔往佛處,將經過對佛陳述,請佛設施方便,挽救其母。
  
佛說,汝母罪根深重,生前不信三寶,常殺 害生命,撥無因果,廣造眾罪,故今受報,但憑汝一人之力,何能挽救?唯一辦法,藉十方眾僧威神之力,方能令她脫離痛苦。意謂佛陀雖然法力不可思議,也不能 直接挽救其母,因為佛也不能轉定業。必須俟七月十五日,眾僧結夏安居結束,以珍饈百味,或以床敷臥具,供養十方大德僧眾。憑藉僧眾同心合力,為其母親發願 回向,才能把其母從餓鬼道中救出生天。
  
結夏安居是一種佛制,出家僧侶,於四月十 五日至七月十五日,結夏安居,不准隨處遊蕩。應在山間入定,或在樹下打坐,有自利者,得證阿羅漢果;有利他者,眾生亦可轉凡成聖,至七月十五這日,大家雲 集一處,共同行自恣法。在此三月中,若有犯過者,隨人恣舉所犯,當眾發露懺悔。此日凡聖同聚會,聖者已證聖果,凡者經自恣後,也得清淨,故又稱是日為「佛 歡喜日」。因此,若有人於此日設齋供僧,能獲無量殊勝功德。經云︰「其有供養此等自恣僧者,現世父母六親眷屬,得出三塗之苦,應時解脫,衣食自然。其父母 現在者,福樂百年。若七世父母者,皆可生天,自在化生。」

目連依佛所示,得償救母之願。








Sunday, 16 August 2015

12 Desember


11 November 2016


10 Oktober 2016


09 September 2016


08 Agustus 2016


07 Juli 2016


06 Juni 2016


05 Mei 2016


04 April 2016


03 Maret 2016


02 Februari 2016


01 Januari 2016


Friday, 14 August 2015

Putri Cui Zhi Mencari Ikan



Putri Cui Zhi Mencari Ikan

Pada masa Dinasti Song, Cui Zhi memiliki seorang putri, sifatnya berbakti. Pada waktu musim dingin, ibundanya yang dikarenakan sudah lama sakit-sakitan, ingin makan ikan segar. Tetapi permukaan air sungai sudah membeku, menjadi lapisan es yang tebal.      

Karena dalam waktu seketika tidak berhasil membeli ikan, putri dari Cui Zhi ingin meniru kisah Wang Xiang yang mencari ikan dengan cara merebahkan dirinya di atas permukaan es sehingga lapisan es mencair dan berlubang. Abang dan adiknya berusaha menghalanginya, menyuruhnya agar jangan bertindak sedemikian.  

Putri Cui Zhi berkata : ”Abang, apakah karena saya adalah seorang perempuan, maka ditakutkan tidak mampu melakukannya?”

Kemudian dia menulis selembar surat pemberitahuan lalu membakarnya, untuk menyampaikannya pada Langit. Lalu dia berangkat bersama pengasuhnya ke tepi sungai.

Dia melepaskan bajunya, memecahkan lapisan es permukaan sungai. Kemudian dia masuk ke dalam sungai, meraba-raba akar rerumputan di dasar sungai. Demikianlah setelah sepuluh hari berlalu, dia memperoleh tiga ekor ikan. Dia membawa ikan-ikan tersebut pulang dan mempersembahkannya kepada ibundanya.

Ada orang yang bertanya padanya : “Kamu masuk ke dalam air, apa tidak takut kedinginan?”

Putri Cui Zhi berkata : ”Karena tekadku sudah bulat, maka kekuatanku juga penuh, sehingga tidak merasa dingin sama sekali”.



Shou-ren Melatih Diri



Shou-ren Melatih Diri

Pada pertengahan periode Dinasti Ming, terdapatlah seorang pemikir besar yang bernama Wang Shou-ren. Kampung halamannya di Kabupaten Yuyao, Provinsi Zhejiang, lalu mengikuti ayahnya pindah ke Shaoxing.

Dia pernah membangun gubuk dan melatih diri di dalam Gua Yangming, di Gunung Huiji yang terletak di bagian tenggara Shaoxing, penduduk sekitar menyapanya sebagai “Tuan Yangming”.

Ayahanda Wang Shou-ren bernama Wang Hua merupakan pejabat asisten menteri, selalu menceramahkan klasik Ajaran Konfusius, kepada kaisar dan pejabat lainnya, menerima pujian dari Aliran Ajaran Bakti.  

Wang Shou-ren sejak kecil telah memiliki jiwa ksatria, kepintarannya melampaui orang lain. Saat berusia 12 tahun, pernah mengajukan pertanyaan pada guru : “Apa yang menjadi urusan terbesar manusia?”

Guru menjawab : “Tentunya sekolah adalah urusan utama ”.

Tetapi Shou-ren malah berkata : “Lulus ujian negara dan mendapat gelar sarjana mungkin bukan urusan utama, tetapi belajar itu seharusnya meneladani insan suci dan bijak”.


Wang Shou-ren yang masih berusia kecil telah mengerti bahwa cita-cita harus ditujukan ke arah insan suci dan bijak, barulah merupakan urusan yang paling penting dalam kehidupan ini.